A.
Konsep
Kinerja
1.
Definisi
Kinerja
Kinerja
berasal dari kata Job Performance
atau Actual Performance (prestasi
kerja atau prestasi sesunggunya yang dicapai oleh seseorang). Dalam kamus
Bahasa Indonesia ( 2002:273), istilah kinerja diartikan sebagai sesuatu yang
dapat dicapai.
Menurut
Mangkunegara (2011:67), kinerja (prestasi kerja) adalah “hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya.”
Lembanga
Administrasi Negara Republik Indonesia dalam Pasolong (2010:197), merumuskan
kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan,
program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Sedangkan Widodo
dalam Pasolong (2011:175), mengatakan bahwa kinerja adalah melakukan sesuatu
kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti
yang diharapkan.
Menurut
Pasolong (2010 : 196), konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua
segi, yaitu: kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja
pegawai adalah hasil kerja perorangan dalam organisasi, sedangkan kinerja
organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi.
2.
Pengukuran
Kinerja
Penilaian kinerja merupakan evaluasi
keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam menjalankan tugasnya (Pasolong, 2011:182).
Sedangkan Sastrohadiwirjo (2002:231), menyatakan bahwa penilaian kinerja
merupakan:
“suatu
kegiatan yang dilakukan manajemen atau penyelia penilai untuk menilai kinerja
tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian atau
deskripti pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.”
Penilaian kinerja Negeri Sipil di
Indonesia, dilakukan dengan berdasarkan Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo PP 10 Tahun 1979
tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS (Pasolong, 2011:182-183).
Penilaian tersebut tertuang dalam suatu
daftar yang lazim disebut DP-3 (Daftar Penilian Pelaksanaan Pekerjaan), yang
berarti suatu daftar yang memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang
PNS dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dan dibuat oleh penilai (pasal 1 huruf a
PP tersebut). Sedangkat pejabat penilai adalah atasan langsung PNS yang
dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan dan Pejabat lain
yang setingkat dengan itu (Pasolong, 2011:183).
Menurut Mitchell dalam Sedarmayanti (2001:51),
menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu:
a) Quality
of Work (Kualitas Kerja)
b) Promptness (Ketepatan
Waktu)
c) Initiative (Inisiatif)
d) Capability (Kemampuan)Communication
(Komunikasi)
Menurut Simamora (2004:338), penilaian
kinerja (performance appraisal)
adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja
individu karyawan.
Menurut Sikula dalam Mangkunegara (2011:73),
mengemukakan bahwa ruang lingkup pengukuran kinerja berumuskan sebagai berikut:
5W
+ 1H, yaitu WHO, WHAT, WHY, WHEN, WHERE,
and HOW
|
a) Who
(siapa?)
1) Siapa
yang harus dinilai? Yaitu seluruh tenaga kerja yang ada dalam organisasi dari
jabatan yang tertinggi sampai dengan pegawai jabatan terendah.
2) Siapa
yang harus menilai? Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh atasan langsung dan
atasan tidak langsung. Atau penilai kinerja dapat ditunjuk orang tertentu yang
menurut pemimpin perusahaan memiliki keahlian dalam bidangnya.
b) What
(Apa?)
Apa
yang harus dinilai, yaitu:
1) Objek
atau materi yang dinilai antara lain hasil kerja, kemampuan sikap, kepemimpinan
kerja, dan motivasi kerja,
2) Dimensi
waktu, yaitu kinerja yang dicapai pada saat ini (current performance) dan pontensi yang dapat dikembangkan pada
waktu yang akan datang (future potensial).
c) Why
(Mengapa?)
Mengapa penilaian kinerja itu harus
dilakukan? Hal ini untuk:
1) Memlihara
potensi kerja,
2) Menentukan
kebutuhan pelatihan kerja,
3) Dasar
pengembangan karier,
4) Dasar
promosi jabatan.
d) When
(Bilamana?)
Waktu pelaksanaan penilaian kinerja
dapat dilakukan secara formal dan informal.
1) Penilaian
kinerja secara formal dilakukan secara periodik, seperti setiap bulan, kwartal,
triwulan, semester, atau setiap tahun,
2) Penilaian
kinerja secara informal dilakukan secara terus menerus dan setiap saat atau
setiap hari kerja.
e) Where
(Di mana?)
Penilaian kinerja pegawai dapat
dilakukan pada dua alternatif tempat.
1) Di
tempat kerja (on the job appraisal).
Pelaksanaan penilaian kinerja di tempat kerja pegawai yang bersangkutan, atau
di tempat lain yang masih dalam lingkungan organisasinya sendirinya.
2) Di
luar tempat kerja (on the job appraisal).
Pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan di luar organisasi dengan cara
meminta bantuan konsultan.
f) How
(Bagaimana?)
Bagaimana penilaian kinerja dilakukan,
yaitu dengan menggunakan metode tradisional atau metode modern. Metode
tradisional, antara lain rating scale,
employee comparison. Sedangkan metode modern, antara lain, Management By Objective (MBO), assessment centre.
3.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kinerja
Byar dan Rue, dalam Sutrisno (2012:151),
mengemukakan ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor
individu dan lingkungan. Faktor- faktor individu yang dimaksud adalah:
a. Usaha
(effort) yang menunjukkan sejumlah
sinergi fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.
b. Abilities,
yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas.
c. Role
atau task perception, yaitu segala
perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan.
Adapun faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi prestasi kerja adalah: (a) Kondisi fisik; (b) Peralatan; (c)
Waktu; (d) Material; (e) Pendidikan; (f) Supervisi; (g) Desaian organisasi; (h)
Pelatihan; (i) Keberuntungan.
Menurut Mangkunegara (2011:67-68),
faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah sebagai berikut:
a) Faktor
Kemampuan (ability)
Secara psikologi, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
prestasi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge
+ Skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai
untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang
sesuai dengan keahliannya (the right man
in the right place, the right man on the right job).
b) Faktor
Motivasi (Motivation)
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang meggerahkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
4.
Indikator
Kinerja
Indikator kinerja yang dimaksud oleh
LAN-RI dalam Pasolong (2011:177), adalah:
Ukuran
kuantitaf dan kualitatif yang mengambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran
atau tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan indilator masukan (inputs) keluaran (outputs), hasil (outcomes),
manfaat (benefits) dan dampak (impacts).
Menurut Selim dan Moodward dalam
Pasolong (2011:180-181), bahwa ada lima dasar yang bisa dijadikan indikator
kinerja sektor publik antara lain:
(1)
pelayanan yang menunjukkan seberapa besar pelayanan yang diberikan, (2)
ekonomi, yang menunjukkan apakah biaya yang digunakan lebih murah dari pada
yang direncanakan, (3) efisien, yang menunjukkan perbandingan hasil yang dicapai
dengan pengeluaran, (4) efektivitas, yang menunjukkan perbandingan hasil yang
seharusnya dengan hasil yang dicapai, dan (5) equity, yang menunjukkan tingkat keadilan potensial dari kebijakan
yang dihasilkan.
Menurut Dharma (2003:355), Indikator
yang digunakan untuk mengkaji kinerja pegawai sebagai berikut:
a)
Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau
pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.
b)
Kualitas yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif
keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan, yaitu seberapa baik
penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
c)
Ketepatan
waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran
ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang
menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.